Pages - Menu

Rabu, 05 Juni 2013

Saya dan Organisasi



Suatu malam di depan dapur kuliah, seorang teman yang dulu sekamar dengan saya bertanya, "Lo kamu tidak ikut organisasi itu? Sepertinya kamu ada bakat di bidang tulis-menulis." Pada waktu yang bersamaan, di auditorium kuliah sedang berlangsung acara yang diadakan oleh organisasi sebuah komunitas para penulis atau jurnalis. Pertanyaan tersebut saya jawab singkat dan datar, "Tidak."

***

Kamis, 1 Oktober 2009, sekitar pukul delapan malam, pesawat Yemenia yang mengangkut rombongan dari Indonesia mendarat di Bandara Internasional Sana'a. Sekitar 140 calon mahasiswa Al-Ahgaff menginap di hotel Al-Mosafer selama dua hari untuk keperluan transit. Di hotel itu, saya dan teman-teman dari PP Fadllul Wahid, Bandungsari, Grobogan, disambut oleh mantan ketua DPW Hadhramaut PPI Yaman, Bapak Ulil Azmi Mukhlas. Beliau tidak lain adalah guru kami waktu di pondok dulu dan sudah lulus dari Universitas Al-Ahgaff pada tahun 2009. Pertemuan malam itu sangat singkat karena beliau punya urusan lebih penting di Kedutaan Besar Republik Indonesia.

Dalam pertemuan itu, beliau menceritakan situasi dan kondisi belajar di Universitas Al-Ahgaff. Secara teknis, lulusan dari Bandungsari sudah lebih dari cukup untuk meneruskan kuliah di Yaman. "Kebanyakan mata pelajaran di sini sudah kalian pelajari di pondok, tinggal kesabaran dan mentalnya yang dipersiapkan," katanya memberi semangat. Namun, ada satu nasihat yang sangat berkesan dan masih saya ingat (dan barangkali teman-teman yang lain) sampai sekarang. Yaitu, "Jangan ikut organisasi apa pun!" Pernyataan itu tidak hanya diucapkan sekali, tapi beberapa kali. Sebuah indikasi atas penegasan peringatan tersebut.

Sepintas, larangan tersebut saya anggap tidak berguna sama sekali (baca: tahsilul hasil). Mengapa? Karena selama di pondok dulu, saya tidak pernah mengenal yang namanya organisasi dan ketika sampai di Yaman pun tidak pernah terbayang dalam benak saya untuk memasuki lingkaran organisasi.

"Kalian akan kesulitan membagi waktu," lanjut beliau memberi alasan. "Walaupun sejatinya, urusan membagi waktu itu tergantung individu masing-masing. Namun pesan saya pokoknya jangan." Memang demikian yang saya amati, banyak teman-teman yang aktif di berbagai organisasi dan mampu mengatur waktunya dengan baik dan bijaksana. Di lain pihak, ada juga orang yang tidak berorganisasi namun waktunya dihabiskan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri apalagi untuk orang lain.

Waktu itu baru ada dua organisasi, FORMIL (sekarang AMI Al-Ahgaff) dan PPI Yaman. Tidak seperti saat sekarang ini ketika sebuah komunitas, baik daerah maupun duf'ah (angkatan), mempunyai organisasi tersendiri.

Jika dicermati dengan saksama, larangan tersebut terasa janggal dan tidak adil. Bagaimana tidak? Melarang sesuatu, tapi beliau sendiri justru melakukannya. Memang, dalam pelajaran usul fikih terdapat keterangan, bahwa tuntutan dari isi sebuah perintah itu tidak mencakup yang memerintahkannya. Namun sebagai seorang santri, saya telah dilatih untuk melaksanakan suatu perintah, bukan menanyakan motif di balik perintah itu apalagi menyangkalnya.

Taklimat Pak Ulil di atas mengingatkan saya kembali pada romo KH Abdul Wahid Zuhdi saat mengisi ceramah agama dalam rangka Penutupan Kegiatan Madrasah di kampung halaman saya, Dusun Pelem, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan. Seperti biasa, setelah selesai menyampaikan mau'idhah hasanah, beliau mempersilakan para hadirin untuk bertanya hal ihwal yang berkaitan dengan hukum agama. Pertanyaan demi pertanyaan beliau jawab semua secara terperinci. Hingga sampai pada salah seorang hadirin yang menanyakan hukum menyimpan atau meminjam uang di bank. Jawaban yang ditunggu-tunggu ternyata di luar dugaan semua orang yang hadir. "Guru saya tidak mengizinkan saya untuk membahas persoalan bunga bank. Jadi, untuk pertanyaan yang ini, saya tidak mau menjawab," tutur Kiai Wahid.

Sikap serupa juga diperlihatkan oleh KH Mustofa Bisri, seorang ulama karismatik pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah. Saat diwawancarai dalam acara Kick Andy, beliau ditanya, "Kenapa Anda menolak waktu dicalonkan sebagai Ketua Umum PBNU?"

"Dalam ajaran Islam, ada sebuah ritual yang disebut salat istikharah. Sebagai upaya permintaan petunjuk kepada Allah s.w.t. saat mengalami kebimbangan. Namun selama ibu saya masih hidup saya tidak pernah istikharah. Ketika saya ragu-ragu antara mau atau tidak, saya meminta petunjuk kepada ibu. Dan ibu saya ternyata tidak mengizinkan saya maju. Jadi saya tidak mau," ujar kiai yang akrab disapa Gus Mus ini.

"Alasannya?"

"Saya tidak meminta alasan pada ibu saya," pungkasnya disambut tepuk tangan dari para penonton di studio.

Apa yang dilakukan oleh dua ulama tersebut, tentu patut kita jadikan sebagai teladan. Betapa pesan dari seorang guru atau orang tua jauh lebih diutamakan di atas segala-galanya. Itulah yang membuat saya semakin mantap menjalankan titah dari guru, tanpa memandang alasan yang dikemukakan. Bahkan seandainya perintah itu tidak ada alasannya sama sekali.


Memasuki tahun pertama di Yaman, saya tidak melihat adanya berbagai kegiatan yang bersifat organisasi. Karena mulai tahun 2009, untuk mustawa awal ditempatkan di kota Mukalla. Satu tahun saya lewati dengan lancar, walaupun dengan perjuangan cukup keras.

Beberapa hari setelah pindah ke Tarim, saya terkejut ketika mendapat SK (Surat Keputusan) yang berisi tentang "Pengangkatan Saudara Muhammad Lutfi Hakim sebagai Sekretaris AMI Al-Ahgaff periode 2010-11". Sungguh di luar dugaan karena tidak ada notifikasi terlebih dahulu sebelumnya. Perasaan kaget saya waktu itu sempat melupakan pesan Pak Ulil di hotel Al-Mosafer setahun yang lalu. Kenapa harus saya yang dipilih? Bukannya banyak dari mereka yang lebih berkompeten? Sebenarnya ada rencana untuk mengundurkan diri, namun karena perasaan segan dan tidak ingin mengecewakan seorang yang telah merekomendasikan saya, maka niat itu saya urungkan. Secara tidak sadar, saya telah melanggar peringatan seorang guru.

Hampir sebulan sekali selalu ada undangan untuk rapat. Entah itu Rapat Pimpinan, Rapat Kerja, Rapat Koordinasi dan lain-lain. Kegiatan seperti itu pada awalnya tidak mengganggu. Undangan tersebut baru terasa mengusik saat mendekati waktu ujian atau ketika saya mempunyai suatu rencana yang terpaksa saya tunda karena berbenturan dengan agenda rapat.

Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya tahun kedua sudah saya lalui bersama organisasi yang telah melaporakan pertanggungjawabannya dan mengadakan pemilihan umum. Walaupun tahun itu (saat semester tiga) sempat tersendat karena gagal dalam mata pelajaran Maktabah wa Manahij Bahts dan untungnya ketika mengikuti ujian remedi (daur tsani) berhasil lolos.

Masih dalam masa demisioner ketika rekan saya, Ahmad Arif Salman yang baru saja terpilih sebagai ketua baru menggantikan bapak Muhammad Badri mendatangi saya dan meminta untuk menduduki posisi sekretaris untuk kedua kalinya. Tak terhitung berapa kali saya menolak permohonan itu. Hingga pada akhirnya -tanpa persetujuan dari saya- turun Surat Keputusan pengangkatan tersebut. Dan untuk kedua kalinya pula, saya telah melanggar larangan dari seorang guru. Mohon maaf Pak Ulil atas tindakan yang tidak saya inginkan dan tidak disengaja ini.

Memasuki tahun ke empat, saya sudah bersiteguh untuk tidak terikat dengan organisasi mana pun. Anehnya, justru banyak tawaran datang dari berbagai organisasi. PPI Yaman misalnya, meminta saya untuk menjadi tim redaksi majalah Progresif miliknya. PCI NU Yaman juga memberi tawaran untuk bekerjasama di bagian administrator website. PPJJ juga tidak ketinggalan mendekati saya. Semua permintaan tersebut saya jawab, "Tidak." Dan alhamdulillah di tahun ini saya benar-benar terlepas dari atribut organisasi dan boleh jadi hanya dua tahun itulah karier politik saya di Negeri Yaman.

Tidak dapat dimungkiri betapa pentingnya arti sebuah organisasi bagi seorang mahasiswa. Di samping bisa menambah wawasan pengetahuan tentang seluk-beluk administrasi, juga banyak manfaat yang diperoleh melalui forum diskusi dan sebagainya yang semuanya itu tidak dapat kita jumpai di ruang-ruang kuliah. Namun, organisasi juga bisa menjadi bumerang bagi mereka (oknum-oknum tidak bertanggung jawab) yang mempunyai ambisi tersendiri. Sebagaimana yang dikatakan mantan Ketua Dewan Konsultan AMI, Bapak Muhammad Khotibul Umam, saat memberikan sambutan di masbah (kolam renang) Mahsun tiga tahun silam.

Sempat terdengar selentingan dari beberapa orang bahwa ada di antara mereka yang memanfaatkan posisinya di organisasi demi kepentingan pribadi. Seperti mencari popularitas, meraih kekuasaan, menjalin kedekatan hubungan dengan pihak KBRI, korupsi dan sebagainya. Dan rasanya tidak mengherankan jika belakangan ini berbagai media di Indonesia gempar memberitakan beberapa kader partai politik yang tersangkut kasus hukum. Ironisnya, setelah ditelusuri riwayat hidup para tersangka, ternyata mereka adalah alumni dari Timur Tengah. Hal itu bisa saja terjadi karena memang 'embrio' mereka sudah ada sejak dulu.

Mungkin teman-teman akan berperasangka bahwa saya adalah tipe orang yang tidak realistis, tidak idealistis (atau apalah istilahnya), tidak mau mengabdi untuk sesama dan stigma negatif lainnya. Meskipun secara struktural saya tidak termasuk jajaran pengurus sebuah organisasi, namun ketika mereka meminta bantuan tetap saya layani dengan baik.

Dua minggu yang lalu, misalnya, seorang Bendahara Tes Tenaga Musim Haji (TEMUS) mendatangi saya dan meminta untuk mengecek kejanggalan pada data sirkulasi keuangannya. Dan baru empat hari kemarin ketika seorang petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajak saya bergadang semalaman di kantor PPI Yaman untuk mendata semua pelajar di Yaman. Jadi, tidak benar jika saya dikatakan kurang peduli dengan kepentingan bersama.

Sebagai penutup tulisan ini, saya hanya bisa berharap kepada teman-teman yang berkecimpung di dunia organisasi untuk meniatkan dengan baik dan menjalaninya dengan penuh ketulusan. Semoga pengabdian kalian mendapat balasan dari Allah s.w.t. dan jika kalian membutuhkan bantuan dari saya jangan segan-segan untuk mengutarakannya. Selama itu memungkinkan, insya Allah akan saya bantu.

1 komentar:

Silakan berkomentar dan tunggu kunjungan balik dari saya. Tabik!