Foto wanita Suriah. Ada yang berani bilang enggak cantik? |
Saat
berkunjung ke Kota Mukalla (Provinsi Hadhramaut, Republik Yaman) empat tahun
lalu, saya sempat melihat gadis-gadis pengungsi Suriah berjajar di trotoar dan
lorong-lorong pasar. Sebagaimana wanita Arab pada umumnya, mereka mengenakan
telekung warna hitam. Akan tetapi, wajahnya dibiarkan terbuka tanpa cadar. Ironisnya,
karena tidak adanya keluarga atau orang yang memberi nafkah, mereka terpaksa
meminta-minta di tempat keramaian tersebut.
Setelah
sekian lama tidak bertemu (kayak LDR saja, ya?), saya membaca berita bahwa saat
ini para pengungsi Suriah sudah ada yang sampai ke Wilayah Asia Tenggara,
khususnya Malaysia dan Indonesia. Rata-rata para wanitanya, selain anak-anak,
adalah gadis yatim piatu, janda-janda muda anak satu, atau janda yang tidak
punya anak karena suami-suami mereka meninggal di medan perang.
Selain
mencari suaka, tentu saja, mereka juga mendambakan saya, eh, orang yang dapat
melindungi sekaligus memberikan nafkah, baik lahir maupun batin. Dan, kabar
baiknya, konon mereka mau menerima pinangan pria mana pun asalkan seiman dan
menyediakan tempat tinggal. Bahkan mungkin mereka juga mau dimadu atau
dijadikan istri kedua....
Untuk
urusan kecantikan, wanita Suriah tidak bisa dipandang sebelah mata; kulitnya yang
putih bersih alami, matanya yang biru kecokelatan, postur tubuhnya yang ... ah,
sudahlah. Intinya, bahkan tanpa mekap di wajah sekalipun, wanita Suriah sudah
pantas diajak jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Memang, cantik itu relatif. Tapi
setidaknya ada kriteria dan standardisasi yang disepakati bersama oleh kaum
lelaki, bukan?