Guru-guru di MTs Terpadu Ash-Shufi. |
Di Kota Koi inilah saya ditugaskan saat ini. Tepatnya di Pesantren Ash-Shufi
yang diasuh oleh KH Imam Asy’ari. Adapun kegiatan belajar di pesantren ini selama
bulan Ramadan adalah matrikulasi atau pembekalan siswa baru MTs Terpadu
Ash-Shufi dengan materi utama Bahasa Inggris, Matematika, Biologi, dan
pendidikan keagamaan. Bersama Mas Irvan dan Mas Zaka, saya diminta mengisi bagian
keagamaan.
Pesantren Ash-Shufi beralamat di Jl. Trisula, Dusun Gogourung, Desa
Dawuhan, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Jaraknya dari Kota Blitar
lumayan jauh, sekitar 10 kilometer ke arah selatan. Dengan ketinggian tempat di
atas 260 meter (dpl) dan perbukitan hijau di sampingnya, Pesantren Ash-Shufi
memiliki kelembapan udara yang tinggi dan berhawa sejuk. Bahkan badan saya
sempat menggigil kedinginan selama dua hari saat pertama kali tiba di sini. Mungkin
karena saya belum terbiasa dengan udara dingin. Atau kemungkinan besar karena
saya belum punya kekasih, sehingga kesulitan menemukan tempat bersandar yang berfungsi
sekaligus sebagai penghangat badan.
Akan tetapi, sesungguhnya, bukan soal cuaca yang membuat puasa kali ini terasa
berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, melainkan soal lingkungan dan partner baru.
Yang saya maksud partner baru di sini adalah wanita-wanita cantik yang juga
direkrut sebagai tenaga pengajar di MTs Ash-Shufi.
Mereka rata-rata menempuh pendidikan formal di kampus atau perguruan tinggi,
dan bukan santriwati tulen yang bertahun-tahun bermukim di pesantren. Meski
begitu, tingkah laku mereka sangat islami. Hal itu terlihat dari, misalnya,
gaya mereka mengenakan busana dan profesionalismenya saat berkomunikasi dengan
lawan jenis.
Saya sangat sering berpapasan dengan mereka; saat menyiapkan menu buka
puasa, makan di dapur, piket di kantor, sampai di beranda musala sebelum/sesudah
salat berjemaah. Bahkan pernah suatu ketika ada yang mengetuk
pintu kamar saya saat waktu azan telah tiba, sementara saya masih tertidur
karena kecapaian.
Tentu saja, bagi mereka itu hal yang biasa, sehingga mereka bisa
menjalaninya dengan enjoy. Tapi bagi saya, yang belasan tahun tidak
pernah berinteraksi langsung dengan kaum hawa, semua itu pada awalnya terasa canggung
dan kurang nyaman.