Tulisan ini untuk menjawab teman
akrab saya dari Wedung Demak, Muhammad Abdul Wahab, yang bertanya tentang hukum
membaca basmalah ketika shalat menurut pandangan empat madzhab seminggu yang
lalu.
Topik di atas, dalam silabus kurikulum
Universitas Al-Ahgaff masuk pada mata kuliah Fiqh Komparatif untuk semester
keempat. Dan kebetulan sekali, topik tersebut telah tercantum dalam buku diktat
yang ditulis oleh Doktor Izzuddîn Ahmad Muhammad Ibrâhîm dari Sudan yang
sekarang menjabat sebagai Kepada Departemen Fiqh dan Ushul Fiqh di Fakultas
Syari'ah Universitas Al-Ahgaff.
Dalam bukunya itu, beliau
mengutarakan bahwa Al-Hâfidh Abû Umar bin Abdil Barr -rahimahullah-
berkata: Para ulama' berbeda pendapat mengenai hukum membaca basmalah dalam
shalat, diantaranya:
· Madzhab
Mâlik:
basmalah bukan bagian dari Surat Al-Fatihan dan juga bukan bagian dari surat
yang lain. Oleh karena itu, orang yang shalat tidak perlu membacanya baik dalam
shalat yang bersifat sirri (pelan) atau jahr (keras).
· Imam
Syafi'i:
terdapat dua qaul dalam madzhab Syafi'i mengenai hal ini, qaul pertama
mengatakan, basmalah adalah bagian dari ayat Al-Fatihah. Qaul kedua, basmalah
termasuk bagian dari permulaan setiap surat. Dua pendapat ini juga diikuti oleh
semua murid-muridnya.
· Ahmad
bin Hanbal: basmalah
adalah bagian dari ayat Al-Fatihah.
· Abu
Hanifah:
tidak begitu jelas pendapatnya apakah basmalah itu termasuk ayat dari Fatihah
atau tidak. Namun sepertinya lebih cenderung tidak termasuk, karena menurut
meraka basmalah dibaca secara lirih walupun shalat itu bersifat jahr.
Keterangan
ini dapat dilihat pada kitab Nailul Authâr juz 2 halaman 227-228. Sekian.
Wallâhu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar dan tunggu kunjungan balik dari saya. Tabik!