Kejadian ini berlangsung sekitar dua
bulan yang lalu tepatnya beberapa hari setelah dibukanya tahun ajaran baru di
Universitas Al-Ahgaff.
Waktu itu di perpustakaan sedang ramai
pengunjung. Maklum, setelah libur panjang selama dua setengah bulan, para
mahasiswa selama itu tidak ada yang ke sana
karena tutup. Kebanyakan dari pengunjung adalah mereka yang baru datang dari
Mukalla, tempat bagi mahasiswa Al-Ahgaff semester pertama dan kedua.
Saya mengambil tempat duduk di ruang
tengah. Tidak jauh dari tempat saya ada seseorang berkebangsaan Afrika. Saat
sedang fokus membaca tiba-tiba orang Afrika tadi datang menghampiriku. Dia
menyodorkankan kitab yang dibawanya sambil menunjukkan isi halaman kitab itu. Lalu
dia berkata, "isy murâd bi hâdzihil ibârah? (apa maksud perkataan
ini?)".
Ketika saya melihat isi kitab tersebut,
dia memperhatikanku dengan saksama. Sebelum pertanyaannya sempat kujawab, dia
menarik kembali kitabnya dan berkata, "afwan, a'taqid annak Shamâliy
(ma'af, saya kira anda orang Somalia)".
Lalu ia beranjak ke ruangan sebelah. Dalam hati saya berujar, mungkin saja
orang ini memang buta warna atau tidak mengetahui kalau saya adalah dzul
jawazain.
Selang beberapa waktu setelah peristiwa
itu, beredar gosip di lingkungan kampus (bahkan sampai sekarang) bahwa saya
adalah satu-satunya mahasiswa Indonesia
yang pernah diajak berbicara orang Afrika dengan bahasa mereka. Padahal sebenarnya
bukan seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar dan tunggu kunjungan balik dari saya. Tabik!