Pages - Menu

Minggu, 05 Oktober 2014

Mari Berselawat!

Sumber gambar: Halaman Facebook AMI Al-Ahgaff.
Kebanyakan pelajar Indonesia di Yaman—saya tidak mengatakan semuanya—kurang bisa membedakan antara transliterasi dan kata serapan dari bahasa Arab. Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Sedangkan kata serapan adalah kata yang diambil dari bahasa asing, lalu ejaan dan pelafalannya disesuakan dengan yang berlaku di Indonesia. Sekadar informasi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (2008) terbitan Pusat Bahasa telah menyerap 20 bahasa asing dan 70 bahasa daerah.

Beberapa hari yang lalu, sebuah pengumuman bertuliskan “Al-Ahgaff Bershalawat...!” terpampang sangat jelas di dalam asrama mahasiswa Universitas Al-Ahgaff, Yaman. Pengumuman itu berisi ajakan melakukan selawat berjemaah di selasar kampus yang akan dihadiri oleh salah seorang ulama setempat. Tidak ada masalah dengan acara itu, masalahnya hanya pada judul pengumuman itu sendiri.

Saya tidak bermaksud mengomentari penggunaan tanda elipsis yang tidak perlu pada judul tersebut, tetapi secara khusus akan membahas gugus konsonan /sh/ yang digunakan dalam kata bershalawat pada judul pengumuman itu. Selain kata shalawat, kita kerap menjumpai (dalam bahasa tulis) gugus konsonan /sh/ yang digunakan dalam kata seperti shalat, mushala, shubuh, shadaqah, shaf, dan lain-lain sebagai kata dari serapan bahasa Arab yang seolah-olah bergugus konsonan /sh/.

Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi III (2008) disebutkan bahwa konsonan bernada desis (frikatif) /s/ gugus konsonannya adalah /sl/, /sr/, /sw/, /sp/, /sm/, /sn/, /sk/, /st/, /sf/ seperti pada kata slogan, sriwijaya, swalayan, spora, smokel, snobisme, skala, status, sferoid.

Adapun gugus konsonan /sh/ pada contoh-contoh yang saya sebutkan di atas tidak ada satu pun yang tercantum sebagai lema dalam KBBI. Konsonan itu berasal dari huruf sad yang, mungkin, dianggap sama dengan huruf kha yang mempunyai konsonan /kh/ dalam bahasa Indonesia, sehingga terjadilah penulisan kata serapan bahasa Arab tersebut yang sesungguhnya menyalahi kaidah paramasastra.

Jadi, jika ingin mematuhi kaidah penggunaan bahasa yang baik dan benar seharusnya ditulis salat, subuh, musala, sedekah, dan berselawat.

Kesalahpahaman atau ketidakhirauan terhadap penggunaan tata bahasa, ejaan, dan penulisan unsur serapan dari bahasa asing tampaknya sudah mengakar kuat dalam diri masyarakat Indonesia. Sehingga, untuk mewujudkan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar serta bangga berbahasa Indonesia masih berupa jalan yang sangat panjang.

17 komentar:

  1. Aku termasuk salah satunya mas, kalo nulis salat ya pake sh, shalat. Jarang malah hampir ga pernah buka kamus bahasa Indonesia hehee..

    BalasHapus
  2. wah aq juga termasuk yang keliru dalam penulisan nih :D

    BalasHapus
  3. Kalau bahasa serapan biasanya menggunakan EYD selingkung

    BalasHapus
  4. ternyata beda ya,,harus banyak belajar memang,,,

    BalasHapus
  5. Kalau di Diva Press, tempat saya bekerja, kata-kata tersebut (shalat, shalawat, shaf, dsb) ditetapkan sebagai selingkung penerbit. Jadi, kami memang sengaja tidak mematuhi KBBI tersebut, Mas. Tentu ada pertimbangan tersendiri mengapa kami tidak mematuhinya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga pernah membaca bahwa penulisan karya tulis ilmiah di lingkungan kampus UIN atau IAIN yang banyak memakai istilah bahasa Arab mempunyai pedoman transliterasi sendiri, dan sengaja tidak mematuhi Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Tentu saja ada bayak pertimbangan di sana, sama seperti di tempat sampean bekerja. Terima kasih atas masukannya, Pak. :)

      Hapus
  6. Kata-kata serapan itu yang sering salah kalau kita tulis, perlu banyak belajar lagi kayaknya aku :-D

    BalasHapus
  7. dan ketika ditulis dengan benar (sesuai dengan tata bahasa yang baku) orang-orang biasa ada yang nyeletuk... "Wah iku tulisane keliru"
    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, mungkin karena belum terbiasa saja. Sama seperti orang salah menulis keriting, padahal yang benar kitring (atau Q-thrynx?). :D

      Hapus
  8. Banyak orang yang menulis kata2 karena kebiasaan ya, alias mengikuti kata2 yang biasa dipakai orang awam, padahal belum tentu benar, justru kata yang benarlah yang jarang dipakai dg alasan tidak biasa menggunakannya, perlu belajar EYD yang benar ya mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sendiri kadang masih lalai terhadap kaidah tata bahasa dan Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan.

      Hapus
  9. Hehe...saya salah satunya Mas. Sebenarnya sudah tahu, yang umum saat menulis kata 'salat', tapi lantaran sudah terbiasa menggunakan 'sh' jadinya nggak enak gitu. Kesannya seperti salad (makanan). Harus dibiasakan lagi.

    BalasHapus
  10. kebiasaan saya nulisnya sholat, ealaaah...yg benar itu salat ya. biasanya juga sholawat, hehe... selawat #tung
    makasih infonya^^

    BalasHapus
  11. wah saya juga masih sering keliru nih mas lutfi tapi jadi nambah ilmu dan pengetahuan mkish bnyk mas lutfi ^-^ alhamdulillah

    BalasHapus
  12. iya bener mas, aku juga pernah nulis shalat, padahal aslinya salat kalau ngikutin EYD.. jadi tambah lagi nih pelajaran EYD-nya, terus nulis tentang EYD yah mas, biar saya bisa ikut belajar

    BalasHapus

Silakan berkomentar dan tunggu kunjungan balik dari saya. Tabik!