Pages - Menu

Minggu, 07 Juli 2013

Ada Ilmu di Sekitar Kita


Semenjak saya dan teman-teman penghuni kamar masjid Sahal dipindah ke sakan dakhili pada bulan puasa tahun lalu, ada kebiasaan kurang baik yang mulai saya tinggalkan, yaitu tidur pagi. Di samping itu saya juga terbiasa bangun pagi saat azan subuh berkumandang. Hal itu disebabkan, kamar yang saya tempati saat ini ditempati oleh orang-orang 'tua' yang selalu bangun sebelum fajar.dan saat azan subuh mereka selalu membangunkan seluruh anggota kamar.
Awalnya memang terasa berat, namun setelah sekian lama akhirnya menjadi terbiasa dan terasa ringan. Walaupun bisa bangun saat fajar, kadang masih harus menunggu teman-teman yang lain bangun untuk bisa salat berjamaah. Kelamaan menunggu membuat bosan dan akhirnya saya putuskan untuk mencari masjid terdekat, yaitu masjid Bir.
Masjid Bir terletak di sebelah tenggara dari sakan dakhili. Kira-kira berjarak 150 meter atau bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 10 menit. Dari luar, bangunan bercat putih ini tidak tampak seperti masjid, karena masjid ini tidak mempunyai selasar sebagaimana masjid-masjid di Tarim pada umumnya. Dari dalam, juga tampak biasa saja, tidak ada ornamen maupun kaligrafi yang menghiasi dinding masjid yang terletak di jalan Sittin ini. Walaupun begitu, tempat ini menjadi destinasi favorit saya untuk menghabiskan waktu pagi sembari menghafal Al-Qur'an.
Singkat cerita, seperti biasanya saya datang pagi itu lalu salat sunat kemudian duduk di bagian tengah sambil bersandar di salah satu pilar utama. Seorang lelaki paruh baya datang dari pintu samping dan melakukan salat sunat dua rakaat. Setelah itu, ia membaringkan tubuhnya menghadap ke kiblat beberapa saat lamanya. Awalnya saya mengira, orang itu masih mengantuk lalu mebiarkan dirinya tertidur sambil menunggu iqamat.
Anehnya, jika posisi tidurnya seperti itu, bukannya dapat membatalkan wudlu?! Kecuali jika mengikuti mazhab Hanafiyah. Berbeda jika posisinya tidurnya duduk bersandar seperti yang biasa saya lakukan. Sebenarnya jiwa akademis saya tertantang untuk menanyakannya secara langsung, tetapi perasangka baik (husnu zhon) yang tiba-tiba muncul menghalanginya. Akhirnya saya urungkan saja niatan itu. Toh hanya spekulasi, tidak ada bukti nyata apakah orang itu benar-benar tidur.
Selang beberapa hari setelah peristiwa itu, saya membaca kitab Fathul Mu'in yang ditulis oleh seorang ulama fikih terkenal dari India, Syekh Zainuddin bin Abdil Aziz Al-Malîbâriy. Dalam kitab itu ada keterangan yang menganjurkan persis seperti yang dilakukan lelaki di masjid itu. "Seusai salat sunah dua rakaat fajar (qabliyah subuh), seseorang dianjurkan untuk berbaring menghadap kiblat sambil berdoa, karena kanjeng nabi juga melakukan hal demikian". [Lihat: Fathul Mu'in, Bab Salat]
Informasi seperti ini mestinya sudah saya ketahui sedari dulu, tepatnya ketika duduk di kelas dua aliyah, di mana mata pelajaran yang ditekuni waktu itu adalah fikih bab ubudiyah dengan kitab Fathul Mu'in sebagai bacaan wajibnya. Namun kenyataan berkata lain. Apakah hal itu karena lemahnya daya ingatan saya atau waktu itu saya yang kurang begitu memperhatikan sehingga maklumat seperti ini luput dari ingatan. Untungnya saya tidak jadi menanyakan lelaki di masjid Bir itu. Fenomena 'kecil' seperti ini, bagi saya, merupakan pengalaman yang sangat berharga dan sulit untuk dilupakan.
Dengan demikian, benar apa yang dikatakan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya. Bahwa ilmu (pengetahuan) yang diperoleh melalui proses interaksi sosial akan memberi kesan tersendiri bagi yang bersangkutan. Menurut Ibnu Khaldun, proses transmisi ilmu (baca: kognisi) dibagi menjadi dua.

Pertama, melalui proses belajar mengajar, diskusi atau musyawarah, sebagaimana yang sering kita terapkan sehari-hari di ruangan kelas atau kuliah. Kedua, melalui simulasi atau meniru secara langsung apa (tindakan atau ucapan) yang diperagakan oleh guru. Namun, perolehan ilmu dari yang disebut terakhir jauh lebih kukuh dan menyentuh dalam pribadi seseorang dari pada proses yang pertama.
Oleh karena itu, seorang penuntut ilmu sangat dianjurkan untuk melanglang buana dari satu tempat ke tampat yang lain demi tergapainya cita-cita. Dengan melakukan banyak perjalanan, ia akan bertemu dengan banyak guru. Dari banyaknya guru akan diperoleh pengalaman yang banyak dan beraneka ragam. Pengalaman itulah yang tidak dimiliki oleh mereka yang hanya mendekam di dalam rumah atau kampung halamannya. [Muqaddimah Ibnu Khaldun, hlm 605 dengan sedikit perubahan dan penambahan redaksi]
Namun itu semua kembali pada niat dan semangat belajar individu masing-masing. Bukan berarti dengan melakukan banyak rihlah ilmiah, orang tersebut akan secara "otomatis" menjadi pandai. Boleh jadi, lulusan dari timur tengah (misalnya) masih kalah dibanding santri-santri senior di pondok pesantren tradisional. Hal itu disebabkan santri-santri itu sangat gigih dan mempunyai tekad yang kuat dalam belajar, sementara mahasiswa tadi hanya menghabiskan waktunya di negara orang dengan bermain-main. Ia hanya cukup mempelajari kitab-kitab yang dijadikan muqarrar saja, itu pun dilakukan hanya ketika waktu ujian tiba.
Kesuksesan seseorang dalam menuntut ilmu tidak ditentukan atas dasar di mana ia belajar atau dengan siapa ia berguru. Tapi lebih pada keseriusan dan kerja keras dalam belajar. Meskipun dua hal tersebut juga mempunyai andil yang signifikan disamping aspek-aspek spiritual lainnya seperti doa dan barokah.
Saat liburan panjang seperti sekarang ini, saya menyadari, betapa berat rasanya membuka kembali lembaran kitab-kitab untuk sekadar me-review pelajaran yang telah lalu atau mencari wawasan baru. Namun setidaknya, melalui tulisan ini saya dapat menyampaikan bahwa ilmu (pengetahuan) tidak hanya diperoleh dari celah-celah kertas itu, tapi bisa juga dari lingkungan di sekitar kita, entah kita menyadarinya atau tidak. Apalagi saat bulan puasa nanti, banyak tradisi dan ritual keagamaan yang dilakukan oleh ulama-ulama Tarim yang bisa dijadikan serana untuk meningkatkan keilmuan kita. Tinggal bagaimana kita dapat meresponsnya secara positif.
Selamat menunaikan ibadah puasa.

Sumber foto :  Wikipedia

1 komentar:

Silakan berkomentar dan tunggu kunjungan balik dari saya. Tabik!