Pages - Menu

Minggu, 03 Maret 2013

Analisis Motif Tidak Diwajibkannya Zakat Pegawai dan Pekerja


Akhir-akhir ini banyak orang yang membahas masalah pegawai dan profesi-profesi lain yang penghasilannya relatif lebih besar dari petani yang telah terbebani zakat.
Menurut hemat kami, motif wajib dan tidaknya zakat bagi pekerja, termasuk juga pegawai (dalam mazhab Syafi'i) dapat ditinjau melalui benar dan tidaknya masalah tersebut dikategorikan sebagai tijarah. Bertolak dari hal ini, tentu lebih relevan apabila masalah ini kita telaah melalui tijarah.
Tijarah adalah penukaran mal (harta) baik berbentuk fisik (ain) atau jasa (manfaat) yang dimiliki seseorang dengan tujuan akan ditukar kembali (dijual atau disewakan). Tujuan tersebut didasari oleh keinginan untuk mengembangkan harta atau mencari keuntungan.
Selanjutnya, awal penukaran yang kemudian dapat menghasilkan harta dagangan biasanya disebut kulak. Kemudian hasil dari kulak tersebut kemungkinan langsung dijual kembali dengan tanpa diproses oleh, atau melalui proses olah terlebih dahulu seperti pabrik, warung dan lain-lain.
Proses kulak harus ada tukar atau ganti. Artinya harta (baik ain atau manfaat) yang dimiliki ditukar dengan harta milik orang lain. Dari sini dapat dimengerti bahwa penghasilan atau kepemilikan barang yang tidak melalui proses tukar tidak dapat disebut kulak, seperti hasil sawah, hasil pencarian ikan, warisan hibah dan lain-lain. Dengan demikian, hasil penangkapan ikan dari laut (misalnya) tidak wajib dizakati. Namun bukan berarti setiap bentuk tukar menukar dapat disebut kulak, karena banyak orang yang menukar hartanya tapi tidak ada tujuan akan dijual kembali, misalnya akan digunakan untuk keperluan sendiri. Dan hal tersebut secara istilah, lazim kita sebut dengan pembelian biasa bukan kulak.
Jika ada seseorang yang bentuk usahanya menyewakan bus dan selanjutnya bus akan disewakan kembali, maka usaha menyewa bus tersebut disebut kulak. Sedangkan menyewakannya kembali adalah sama seperti menjual barang. Hal ini sama juga seperti mengontrak rumah yang akan dikontrakkan kembali, atau mengontrak tenaga kerja untuk dikontrakkan kembali. Begitu juga orang yang mempunyai bus, hotel dan lain-lain yang kemudian disewakan, ini semua disebut kulak apabila hasilnya tidak langsung dimanfaatkan sendiri, namun akan dijual (ditukar kembali) dengan tujuan ingin mendapat keuntungan. Sebaliknya, hal ini tidak disebut kulak jika hasilnya langsung dimanfaatkan sendiri. Artinya, hasilnya tidak dikembangkan lagi melalui penjualan (tukar).

Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah orang yang mempunyai manfaat, baik keterampilan atau kemampuan fisik. Dengan begitu tenaga kerja tidak berbeda jauh dengan orang yang mempunyai hotel, rumah, bus dan lain-lain. Artinya, jika saat melakukan transaksi atau kontrak ada niat kulak, yang berarti modalnya akan dikembangkan lagi menjadi harta dagangan, maka hal tersebut juga dikategorikan sebagai tijarah. Begitu juga sebaliknya.
Selanjutnya menurut persepsi kami, hampir tidak ada pekerja yang wajib zakat, sebab hampir bisa dipastikan jarang sekali atau bahkan tidak ada pekerja yang mempunyai niat kulak dengan tenaganya.
                                                                      
Pegawai Negeri
Status pegawai negeri adalah sama dengan pekerja biasa, begitu juga dalam status hukumnya. Akan tetapi terdapat beberapa problema (isykal) apabila pegawai negeri dianggap sebagai ajir (pekerja), tentunya sebagai ajir yang mu'ayyan (bukan fi dzimmah).konsekwensi hukumnya, pegawai negeri tidak boleh menerima job (pekerjaan) lain meskipun tidak mengganggu pekerjaannya, dan dia juga tidak dapat menerima bayaran dari hasil pekerjaan lain tersebut.
Dengan demikian, lebih relevannya apabila pegawai negeri distatuskan sama dengan al-junud al-murshidah lil qital yang mendapat bayaran dari bagian harta fai', termasuk juga anak yatim, dzawil qurba dan lain-lain, yang cara pendapatan harta semua itu tidak melalui ijaroh. Artinya tidak sekadar tukar menukar, sebab faktanya pegawai negeri tetap mendapat bayaran meskipun absen kerja.
Apabila kita dapat menerima uraian di atas, tentu kita dapat memberi kesimpulan hukum bahwa pegawai negeri tidak wajib zakat.

* Disadur dari buku Fikih Kemasyarakatan.

Sumber foto :  Google Images

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dan tunggu kunjungan balik dari saya. Tabik!