Foto diambil dari sini. |
Pernahkan Anda membayangkan berada di
suatu tempat yang mempunyai arah kiblat ke semua arah? Artinya, ke arah manapun
kita melaksanakan salat, sah-sah saja dan itulah arah kiblat untuk tempat itu.
Tidak! Saya tidak sedang mengajak Anda untuk membayangkan berada di dalam kakbah.
Memang benar, jika berada di bangunan persegi empat itu, kita boleh salat menghadap
ke mana saja, karena sejatinya semua dinding yang kita tatap adalah kakbah–kiblat
itu sendiri.
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa bumi yang kita huni ini sebenarnya berbentuk bulat, bukan bidang datar seperti anggapan sebagian orang. Sudah banyak bukti-bukti ilmiah yang mendukung teori tersebut. Di antaranya: (1) Kapal yang berlayar jauh meninggalkan pelabuhan, yang akan lesap (tak terlihat) lebih dulu adalah bagian bawah badannya, baru kemudian tiang-tiang di atasnya–padahal ukuran badan kapal itu lebih besar, kan? (2) Pada saat matahari terbit, tempat yang tinggi–seperti puncak gunung dan bukit–mendapat sinar matahari terlebih dahulu. (3) Orang yang melakukan perjalanan mengelilingi dunia ke arah timur, akan kembali ke tempatnya semula dari arah barat. Demikian yang dikatakan kakek guru saya, Syekh Zubaer Umar Jaelani dalam kitabnya yang sangat fenomenal itu, Al-Khulâshah al-Wafiyyah.
Dengan demikian, suatu titik (tempat) di muka bumi ini, mempunyai belahan di tempat lain yang letaknya berlawan/berhadapan. Misalnya saja, kutub utara (lintang 90 derajat) mempunyai tempat yang berlawanan yaitu kutub selatan (lintang -90 derajat). Dua tempat yang terletak di belahan bumi yang berlawanan atau belahan bumi yang letaknya berlawanan dengan tempat kita itulah yang disebut dengan antipode.
Dalam kajian ilmu hisab falak, menghadap lurus ke arah kiblat itu selalu diasumsikan melalui jalur terdekat dari suatu tempat ke baitullah (kakbah). Sebagai contoh, arah kiblat untuk kota Jakarta adalah azimut 295 derajat atau arah barat serong ke utara, dan itulah jarak terdekat menuju kota Mekkah. Karena bumi itu bulat, maka, arah lurus kebalikannya (azimut 115 derajat atau timur serong ke selatan), juga bisa ditempuh untuk mencapai kota Mekkah–tentunya dengan jarak yang lebih jauh.
Sementara untuk menuju ke titik antipode (dari Mekkah misalnya), tidak bisa diasumsikan ke arah mana jalur terdekat untuk menuju ke sana, begitu juga sebaliknya. Artinya, jika Anda sedang berdiri di sana (antipode Mekkah), maka–disadari atau tidak–dapat dipastikan Anda sedang 'menghadap' ke arah kiblat. Lalu di mana lokasi antipode kota Mekkah itu?
Di peta, posisi kota Mekkah berada di garis
21°25' Lintang Utara dan 48°59'
Bujur Timur. Berbeda dengan kondisinya yang kering dan tandus itu, antipode
kota Mekkah berada di tempat yang penuh dengan air dan jarang dijamah oleh
manusia: Samudra Pasifik. Secara geografis, tempat ini berada di koordinat 21°25'
Lintang Selatan dan 131°01' Bujur Barat.Sebelumnya, perlu diketahui bahwa bumi yang kita huni ini sebenarnya berbentuk bulat, bukan bidang datar seperti anggapan sebagian orang. Sudah banyak bukti-bukti ilmiah yang mendukung teori tersebut. Di antaranya: (1) Kapal yang berlayar jauh meninggalkan pelabuhan, yang akan lesap (tak terlihat) lebih dulu adalah bagian bawah badannya, baru kemudian tiang-tiang di atasnya–padahal ukuran badan kapal itu lebih besar, kan? (2) Pada saat matahari terbit, tempat yang tinggi–seperti puncak gunung dan bukit–mendapat sinar matahari terlebih dahulu. (3) Orang yang melakukan perjalanan mengelilingi dunia ke arah timur, akan kembali ke tempatnya semula dari arah barat. Demikian yang dikatakan kakek guru saya, Syekh Zubaer Umar Jaelani dalam kitabnya yang sangat fenomenal itu, Al-Khulâshah al-Wafiyyah.
Dengan demikian, suatu titik (tempat) di muka bumi ini, mempunyai belahan di tempat lain yang letaknya berlawan/berhadapan. Misalnya saja, kutub utara (lintang 90 derajat) mempunyai tempat yang berlawanan yaitu kutub selatan (lintang -90 derajat). Dua tempat yang terletak di belahan bumi yang berlawanan atau belahan bumi yang letaknya berlawanan dengan tempat kita itulah yang disebut dengan antipode.
Dalam kajian ilmu hisab falak, menghadap lurus ke arah kiblat itu selalu diasumsikan melalui jalur terdekat dari suatu tempat ke baitullah (kakbah). Sebagai contoh, arah kiblat untuk kota Jakarta adalah azimut 295 derajat atau arah barat serong ke utara, dan itulah jarak terdekat menuju kota Mekkah. Karena bumi itu bulat, maka, arah lurus kebalikannya (azimut 115 derajat atau timur serong ke selatan), juga bisa ditempuh untuk mencapai kota Mekkah–tentunya dengan jarak yang lebih jauh.
Sementara untuk menuju ke titik antipode (dari Mekkah misalnya), tidak bisa diasumsikan ke arah mana jalur terdekat untuk menuju ke sana, begitu juga sebaliknya. Artinya, jika Anda sedang berdiri di sana (antipode Mekkah), maka–disadari atau tidak–dapat dipastikan Anda sedang 'menghadap' ke arah kiblat. Lalu di mana lokasi antipode kota Mekkah itu?
Silakan coba buka aplikasi Google Earth. Lalu masukkan angka koordinat di atas dan tekan enter. Perhatikan dengan saksama. Sebagaimana terlihat, memang, titik tersebut berada tepat di atas air laut, tidak tampak adanya daratan di situ. Namun, dengan nilai toleransi arah kiblat sebesar 2 derajat, maka radius kira-kira 222 kilometer dari titik itu masih dapat bebas menentukan arah kiblat. Di dalam radius tersebut, ternyata terdapat beberapa pulau yang memiliki panorama yang lumayan indah dengan pasir putihnya yang menghampar dan air lautnya yang biru jernih. Pulau-pulau itu sebenarnya lebih tepat disebut atol karena bentuknya yang seperti cincin. Dan dari sekian banyak atol, beberapa di antaranya berpenghuni dan menjadi objek wisata setempat.
Sekadar berandai-andai, kita bisa membangun sebuah masjid di sebagian pulau/atol tersebut dan memberinya nama "Masjidil Halal"–sebagai antonim dari Masjidil Haram di kota Mekkah. Jika pemandangan sehari-hari di Masjidil Haram adalah liliput yang menghadap ke pusat lingkaran (kakbah), maka di "Masjidil Halal" pun juga bisa demikian. Bahkan lebih dari itu, karena di sana bebas menentukan arah kiblat, maka ketika kita salat juga halal (boleh) menghadap ke mana saja–sebab semua dindingnya dapat dijadikan mihrab.
Penasaran ingin tahu seperti apa pemandangan di sekitar pulau-pulau tersebut? Berikut saya sertakan sebagian foto-fotonya. Anda berminat ke sana?
Waw.....baru tahu ada pulau-pulau seindah itu....
BalasHapus