Ilustrasi gambar diambil dari sini. |
Di sela-sela pembacaan profil singkat
para calon ketua PPJJ (Paguyuban Pelajar Jawa Tengah dan Jogjakarta di Yaman)
Kamis kemarin, Ahmad Jauharuddin Ali, seorang warga PPJJ asal Jepara yang kebetulan
duduk di samping saya bertanya, "Menurutmu mana yang benar: silaturahmi
atau silaturahim?" Seketika itu juga saya jawab, "Keduanya sama-sama
benar."
"Salah," katanya menyahut.
"kata rahim [ha' dikasrah] dalam bahasa Arab berarti
kerabat/sanak saudara, sementara rahmi [ha' disukun] artinya
adalah rahim/tempat janin. Jadi, penggunaan kata silaturahmi itu tidak benar."
Obrolan kami tidak berlanjut karena
memang situasinya kurang tepat. Dan karena tidak ada kesempatan bagi saya untuk
berargumen lebih lanjut, saya putuskan untuk menuliskannya di sini saja.
Silaturahmi termasuk dalam kategori kata
majemuk atau kadang juga disebut gabungan kata. Ia berasal dari dua kata: silah
dan rahm. Keduanya bersumber dari bahasa Arab. Yang pertama berarti
menyambung, sementara yang kedua akan saya jelaskan nanti di alinea berikutnya.
Bagi para pegiat bahasa Indonesia yang
taat asas terhadap Pedoman Umum EYD, pasti akan menggunakan kata silaturahmi,
baik dalam ranah bahasa lisan maupun tulisan—terlepas dari benar-tidaknya
proses penyerapan kata itu. Sebab, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hanya
mencantumkan lema silaturahmi sebagai kata benda yang mengandung arti: tali
persahabatan (persaudaraan). Sementara lema silaturahim—masih menurut
KBBI—adalah bentuk yang tidak baku. Dan sebagai penutur bahasa Indonesia,
seyogianya kita patuh pada aturan yang berlaku. Ini kalau kita berbicara dalam
konteks paramasastra. Lalu bagaimana menurut pandangan etimologi?
Dalam kamus Al-Mu'jam al-Wasith—sebuah
kamus ekabasaha modern yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Arab Pemerintah
Republik Mesir—disebutkan bahwa, entri rahim, rahmi, dan rihmi,
ketiganya mempunyai makna: (1) tempat pembentukan janin atau kantung di dalam
perut, (2) kerabat beserta penyebabnya. Ketiganya merupakan kata yang
bersinonim. Artinya, kedudukan tiap kata bisa ditempati oleh yang lainnya.
Dari uraian singkat di atas, dapat
disimpulkan bahwa penggunaan kata silaturahmi itu sudah tepat menurut tata
bahasa dan etimologi. Sementara silaturahim (dan izinkan saya menambahkan satu
lagi: silaturihmi) juga bisa kita pakai—tentunya untuk konteks nonformal yang tidak
mengharuskan penggunaan kata sesuai dengan EYD.
Menanggapi pernyataan dikotomis teman
saya di atas, saya hanya dapat menduga. Mungkin ia (dan mereka yang sependapat
dengannya) berpedoman pada Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir yang disusun oleh
KH Ahmad Warson Munawwir dari Krapyak, Yogyakarta. Sebagai kamus bilingual,
kamus setebal 1591 halaman itu masih tergolong kecil dan "kurang
lengkap" jika dibandingkan dengan luasnya kosakata bahasa Arab. Banyak
kata-kata muradif dan arkais dalam bahasa Arab yang belum tertampung di sana.
Hal itu wajar, karena penyusunan kamus itu hanya untuk menjembatani dua bahasa
yang berseberangan. Sedangkan untuk mengetahui asal usul kata serapan lebih
jauh, menurut saya, kita harus merujuk pada kamus-kamus bahasa asal (ekabahasa).
Bagaimana menurut pendapat sampean?
Silaturahmi atau silaturahim?
*numpang mampir* numpang silaturahmi :D
BalasHapuskunjungi balik ya :D
Boleh-boleh. Insya Allah dalam waktu dekat ini akan saya kunjungi :)
HapusAssalamualaikum wrWb. Ini benaran mas sedang study di Yaman? Kalau boleh tau dalam rangka gelar kah? Wah keren sekali. Masih sempat blogging di sela sela kesibukan belajar ya. Salam dari Blogger Pontianak, Kalimantan Barat, INDONESIA
BalasHapusWaalaikumsalam. Iya, benar. Dalam rangka melaksanakan kewajiban menuntut ilmu. Sebenarnya saya ingin sekali jalan-jalan ke luar Jawa, termasuk kota Pontianak. Semoga suatu saat nanti bisa kesampaian. Salam kembali :)
HapusNyambung silaturahim dulu, insyaAllah saya update dalam beberapa hari di blog, saya pasang link blog ini di blog saya yaa
BalasHapusKotak komentar ini termasuk ruang untuk bersilaturahmi yang tidak ada aturan penggunaan kata sesuai dengan Pedoman Umum EYD. Oh, ya, terima kasih. Saya tunggu kelanjutannya :)
Hapusmampir ah, buat silaturahmi, kalo ke yaman kejauhan, belum ada ongkosnya hhe..
BalasHapusSilakan, dengan senang hati. :)
Hapussilaturahmi, silaturahim... dulu ah
BalasHapussangat bermanfaat sekali
BalasHapusUntuk tulisan sendiri, saya lebih suka silaturahim. :) Tapi, kalau mengedit naskah buku penerbit, saya harus pakai silaturahmi, sesuai KBBI.
BalasHapus