Lahir pada hari Senin Wage tanggal 17 Agustus 1959 Masehi/13 Safar 1379 Hijriah di Dusun Mandungan, Kelurahan Widang, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Merupakan anak pertama dari sembilan bersaudara dari pasangan KH Muhammad Zuhdi dan Hj Khodijatul Kubro.
Semasa kecil beliau dikenal sebagai anak yang sangat nakal. Namun demikian, kecerdasannya sudah mulai tampak. Hal itu dapat dilihat, misalnya, ketika masih duduk di bangku kelas 3 SD beliau meminta kepada ibunya untuk langsung dinaikkan ke kelas 5 karena pelajaran di kelas 3 dinilai terlalu mudah. Namun Kepala Sekolah waktu itu Bpk. Ahmad Marzuqi (kebetulan adalah pamannya sendiri) merasa keberatan dan meragukan kemampuannya. Atas bujukan dari ibunya, akhirnya kepala sekolah tadi menyetujuinya. Setelah 6 bulan masuk kelas 6 SD, beliau enggan melanjutkan sekolah lagi karena pelajarannya kurang menarik. Kehidupan sehari-harinya justru dihabiskan untuk menyendiri di dalam kamar.
Di luar dugaan, dalam kesendiriannya itulah beliau malah mengarang sebuah kitab tentang ilmu tauhid, namun setelah dikoreksi ulang ternyata masih banyak kesalahnya dan itu merupakan hal yang wajar karena usia beliau masih sangat belia.
Setelah kejadian itu, sang ibu mendapat masukan dari para kerabat untuk tidak menyanjung anaknya yang satu ini karena dikhawatirkan terkena penyakit ain. Lalu beliau dikirim ke Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang yang diasuh oleh KH Maemun Zubair. Di pesantren ini, beliau mendapat kepercayaan penuh dari pengasuh dan semua jajaran pengurus pondok untuk menjadi Ra'is Am dalam usianya yang baru 17 tahun. Sebuah prestasi yang sulit dicapai oleh pemuda zaman sekarang.
Setelah nyantri di Sarang, beliau melanjutkan perjalanannya untuk menuntut
Sepulangnya dari tanah suci, beliau dibawa oleh gurunya KH Maemun Zubair ke Purwodadi tepatnya di Desa Bandungsari untuk meminang putri teman karibnya yaitu Kyai Muhammad Muslih.
Sepeninggal Kyai Muhammad Muslih, kepemimpinan pondok Bandungsari beralih ke tangan beliau. Di bawah asuhannya, pesantren tersebut mengalami kamajuan yang sangat pesat.
Salah satu kontribusinya di bidang pendidikan adalah dijadikannya kitab-kitab karangan beliau sebagai mata pelajaran wajib di lebih dari 10 pesantren Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kitab-kitab tersebut diantaranya:
▪ Mandzumah fi ilm al-Nahw (berisi sekitar 80 bait syi'ir tentang ilmu Nahwu)
▪ Faidlu Dzil Jalâl (memuat puluhan nadzam tentang ilmu sharaf / i'lal)
▪ Al-Manhal al-Adzb al-Fâ'idl fi ilmil Farâ'idl (kitab ini dapat dijumpai di perpustakaan Universitas Al-Ahgaff dan dijadikan bahan utama dalam penulisan skripsi)
▪ Mandzûmah fi ilm al-Ushûl (hanya sampai bab naskh, lalu diselesaikan oleh santrinya, Muhammad Shohi)
▪ Fikih Kemasyarakatan (Catatan Dialog Agama dan Makalah Kiai Pesantren)
Dan ada juga beberapa rekaman pengajian di radio dan majlis-majlis ta'lim lainnya.
Di bidang kemasyarakatan, beliau adalah pembimbing spiritual bagi Jama’ah Thoriqoh As-Syâdziliyyah yang jumlah pengikutnya kurang lebih mencapai 7.000 (tujuh ribu) orang di tiga Kabupaten yaitu Grobogan, Blora, dan Demak. Seluruh kegiatan pengajian dibiayai oleh beliau tanpa memungut dari santri ikhwan thoriqoh sejak beliau membentuk Thoriqoh Syadziliyyah.
Selain itu, beliau juga mendirikan sebuah yayasan swasta yang fungsinya menampung dan merawat orang gila telantar (tidak memiliki keluarga) yang diambil dari jalan-jalan di dua kabupaten: Blora dan Grobogan.
Disamping seluruh waktunya diabdikan untuk mengasuh santri, beliau juga aktif di PWNU Jawa Tengah sebagai Wakil Ro'is Am Syuriah hingga akhir hayatnya. Setahun sebelum kepergiannya beliau mendapat anugrah untuk merintis Pondok Pesantren Fadllul Wahid yang kini mulai terus berkembang dan akan meneruskan cita-cita besarnya.
Setelah sekian tahun lamanya menyebarkan dan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk ilmu dan agama, akhirnya pada pagi hari di puskesmas terdekat, hari Selasa Wage, 10 Juni 2008 / 6 Jumadil Akhir 1429 H, Allah s.w.t. memanggil kembali beliau ke hadirat-Nya dalam usia 49 tahun. Jenazah beliau disemayamkan sore harinya di pemakaman umum Desa Bandungsari.
Selamat jalan KH Abdul Wahid Zuhdi…
Semoga amal baiknya diterima di sisi Allah s.w.t. dan apa yang ditinggalkan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin...
* Ditulis oleh: Muhammad Lutfi Hakim berdasarkan penuturan dari Ibu Nyai Khodijah pada acara halalbihalal di Pondok Pesantren KH Muhammad Zuhdi, Widang, Tuban, Jawa Timur
Sumber foto: Fans Page Facebook
fi luthfi tulisanmu tentang yai iki kirim ng email pondok,, ki pondk ono rencana gae biografi yai wahid..
BalasHapustak tunggu secepatnya
BalasHapuswes neng pesan FB,
BalasHapusfbne sopo??? ng fbq g enek
BalasHapusLho wingi keto'e wes terkirim, jajal cek maneh,
BalasHapusSubhanallah
BalasHapusSubhanallah
BalasHapusbeliau murid dari alm yai abdul jalil bin mustaqim bin husein tulungagung
BalasHapusAlhamdulillah..... Saget damel tombo kangen...
BalasHapus