Sumber gambar dari sini. |
Tahun ini, untuk
kelima kalinya, saya dan teman-teman satu angkatan berlebaran di Yaman, negara miskin
di Semenanjung Arabia yang menjadi destinasi utama para pelajar dari Indonesia.
Kesan yang kami rasakan tak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya: sepi.
Meskipun begitu, kami tetap merasa bahagia, setidaknya di hari kemenangan ini
kami masih diberi nikmat oleh Tuhan berupa kesehatan jasmani yang patut
disyukuri.
Senin (28/7) kemarin,
sekitar pukul enam lebih seperempat, saya bersama teman-teman berangkat menuju
masjid Shidiq untuk melakukan salat Id. Masjid yang kami tuju tersebut tak
terlampau jauh, hanya berjarak sekitar 400 meter dari asrama kampus. Sepanjang
perjalanan, kami lebih banyak terdiam sambil memperhatikan lingkungan sekitar.
Di tengah
perjalanan pagi itu, kami melihat pemandangan yang agak janggal: segerombolan
pemuda Yaman sedang asyik duduk-duduk di sempadan jalan yang kami lewati.
Mereka semua mengenakan pakaian keseharian yang digunakan untuk bermain dan sama
sekali tidak tampak seperti sedang menunggu salat Id. Teman di samping saya
yang baru kali ini berlebaran di sini berkata, “Apa mereka itu enggak tahu
kalau sekarang ini hari Lebaran, ya?”
Sesampainya di
masjid, saya langsung mencari tempat yang dekat dengan kipas angin. Cuaca pagi
itu memang sangat gerah. Maklum, Yaman masih dilanda musim panas. Suhu udara pagi
itu saja, seperti yang ditunjukkan angka pada termometer masjid, sudah mencapai
32 derajat celcius.
Meskipun demikian,
orang-orang sangat antusias mendatangi masjid dengan pakaian yang serbabaru. Tradisi
berpakaian baru ternyata tidak hanya di Indonesia saja, di sini pun demikian.
Bedanya, yang membuat kepala saya geleng-geleng, mereka memakai baju dan sarung
lengkap dengan atribut toko/pabrik yang masih menempel. “Sebagai cara
memperlihatkan nikmat Allah,” kata mereka.
Yang membedakan
lagi, salat Id di sini hanya dihadiri oleh kaum adam. Tidak ada satu pun perempuan
yang datang ke masjid—kecuali nenek-nenek pengemis bertelekung hitam yang duduk
di depan pintu. Saya tidak tahu, apakah para perempuan Yaman salat Id sendiri
di rumahnya atau ada masjid khusus untuk mereka. Yang jelas, selama lima tahun
di Yaman saya belum pernah melihat kaum hawa berbondong-bondong menuju masjid.
Suasana Lebaran di
negara orang tentu berbeda dengan di tanah air. Jika di kampung halaman ada
tradisi berkunjung ke rumah tetangga dan kerabat, maka di Yaman sama sekali
tidak ada. Selepas salat Id berjemaah di masjid, orang-orang pribumi justru langsung
pulang dan mengunci pintu rumahnya rapat-rapat dan mengahabiskan momen Lebaran
bersama keluarga masing-masing. Entah apa yang mereka lakukan sepanjang hari
itu.
Sementara itu, para
pelajar Indonesia di Yaman yang sudah terbiasa dengan kemeriahan Lebaran di
tanah air, terpaksa mengikuti tradisi “aneh” tersebut. Mereka hanya mendekam di
dalam asrama seraya mengunjungi teman-temannya di kamar sebelah untuk sekadar bermaaf-maafan.
Tak ada keluarga; tak ada tetangga. Dan juga, tanpa penganan dan opor ayam yang
menghiasi meja makan.
Untuk mengusir rasa
bosan selama hari Lebaran, biasanya kami menyiasatinya dengan masak bareng, atau
menyewa kolam renang dan jempalitan sepuasnya di sana. Ada juga yang tak mau
ambil pusing dan memilih tidur seharian di dalam kamar. Saya sendiri merasa tertarik
untuk menceritakan fenomena tersebut di blog ini sebagai sagu hati di
kemudian hari.
Selamat hari raya Idulfitri 1 Syawal 1435 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin.
Selamat hari raya Idulfitri 1 Syawal 1435 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin.
Saya sudah membaca detil artikel ini Luar biasa pengorbanan mahasiswa dan pelajar Indonesia di Yaman, Dengan segela keterbatasan Lebaran semuanya bisa dilalui dengan hati yang ikhlas dan lapang dada Sungguh suatu cultura shock juga Benturan budaya yang frontal memang kerap terjadi di luar negeri, termasuk Yaman tentunya. Yang biasa menjadi kebiasaan dan hal yang lazim di Indonesia tentu tidak secara otomatis juga ada di luar Negeri.
BalasHapusSyukurlah kalau komunitas pelajar dan Mahasiswa Indonesia di Yaman bisa tetap bertahan dan berjuang menyelesaikan pendidikannya dan segera pulang untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Memang terasa hampa ya berlebaran tanpa sanak keluarga, dan opor ayam seperti di Indonesia Tetaplah semangat bercerita di sini, sehimgga kami kami yang di Indonesia bisa mengikuti budaya masyarakat Yaman. Terima Kash sudah berbagi
Terima kasih, Kang Asep, atas doa dan motivasinya.
Hapuswah..akan menjadi cerita yang menarik di kemudian hari walaupun jauh dari keluarga yang sebenarnya...
BalasHapusMudah-mudahan....
HapusSelamat hari raya Idul Fitri mohon maaf lahir dan batin ya mas.
BalasHapusPengalaman yang sangat unik, memang tidaklah mudah merayakan lebaran di negeri orang, namun dengan gaya dan tradisi masayakat di sana yang di ceritakan di atas ada sebuah pembelajaran yang unik, seperti bagaimana cara masayrakat di sana dengan tradisi menikmati pakaiana baru dengan label toko yang belum di cabut ikut di bawa sholat Ied. he,, he,,,, he,,,
Apalagi kalau kebiasaan tradisi kita yang sering ketemu dengan makanan opor, ayam, ketupat dan lainnya di hari lebaran, tentu hal ini akan membuat kangen dan rindu kampung halaman untuk bertemu dengan keluarga ya Mas ?
Namun, kebersamaan dengan teman-teman dari Indonesia, juga dapat menjadi sebuah kebersamaan yang indah. Mungkin ini yang di katakan lebih baik madi batu di negeri sendiri dari pada mandi emas di negeri orang ya mas. Semoga ini akan menjadi catatan perjalnaan hidup yang berkesan.
Salam
Benar, Pak Indra. Meski di sini jauh dari keluarga dan tetangga, kami punya banyak teman dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari Aceh hingga Papua.
Hapusternyata kondisi yaman ketika lebaran tak seperti yang ku bayangkan.
BalasHapussepi mampring ya Lutfi..
beda dg di Indo sampai 7 hari lebaran masih ramai.
semoga tetap semangat menuntut ilmu di sana, n bisa di bawa pulang ke indonesia untuk memperbaiki tanah air kita tercinta
Kebiasaan yang "aneh", ya, mas. Terasa sunyi dan lengang :) . Kapan mudik ke Indonesia, nih :D, di sini masih rame-ramenya loh :D
BalasHapusTapi mungkin menurut mereka itu biasa, he-he. Insya Allah dua bulan lagi. Mohon doanya.
Hapus2 bulan lagi? Lama sekali -___-" . Semoga selamat sampai Indonesia. Lebaran ala Indonesia-nya, silakan dinikmati dari tulisan2 para blogger bae, ya. Hehe X)
HapusTerima kasih doanya, Mbak Fibi.
HapusBeda negara beda pula tradisinya. Mungkin di Yaman tak suka berlebihan dalam memperingati hari Idul Fitri seperti yang diajarkan nabi Muhammad SAW, cukup dengan mensyukuri nikmat yang tlah diberikan.
BalasHapusSetiap orang memunyai cara sendiri untuk mensyukuri nikmat Tuhan, ya, Mas.
Hapusfenomena mengunci diri di rumah seusai sholat Ied,,sepertinya juga sudah mulai muncul di Indonesia...., lebih banyak yang berdiam diri di rumah, daripada pergi ke tetangga saling maaf memaafkan...
BalasHapusselamat lebaran..mohon maaf lahir batin,
keep happy blogging always..salam dari Makassar :-)
Ya, mungkin itu cuma satu-dua orang saja. Sama-sama, Pak. Minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin.
HapusRupanya berbeda jauh ya tradisi berlebaran disana dibanding dgn di tanah air. Saya baru tahu setelah membaca lewat posting ini.
BalasHapusTerima kasih telah berbagi, Mas,
Mohon maaf lahir batin. Salam dari saya di Sukabumi...
Sama-sama, Pak. minal aidin wal faizin. Salam kembali dari Yaman.
HapusLucu ya mas, masa pake baju baru atribut pabriknya gak dicopot hhi
BalasHapusJalanannya sepii bangeeet ya, beda banget sama disini..
Smoga cepet selesai ya mas kuliahnya ^^
Di sini masih banyak hal-hal lucu dan aneh, Mbak Ranii. Terima kasih doanya.
HapusWalah, baru tau ;;lebaran di Yaman gak saling tamua-tamuan ke rumah tetangga ya, cuma diem-dieman saja sm keluarga senduiri, gak seru ah, hehehe...
BalasHapusYa, begitulah. Mereka punya cara sendiri untuk merayakannya, he-he.
Hapus