Kali ini, pertanyaan datang dari seorang
teman lama yang sekarang tinggal di daerah pedalaman pulau Sumatera. Pertanyaan
disampaikan melalui pesan Facebook dua hari lalu. Apakah boleh memaksa anak
perempuan untuk menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya? Atau dengan
ungkapan yang berbeda, menjodohkan anak secara paksa boleh apa tidak? Jawaban
ini baru sempat saya publikasikan karena selama dua hari terakhir saya
disibukkan dengan urusan lain.
Bagi mereka (termasuk teman saya tadi) yang
pernah berkecimpung di bidang ilmu Fikih, pasti tahu bahwa permasalahan ini
sebenarnya sudah sering disinggung, yaitu pada bab wilayatun nikah.
Secara bahasa, wilayah artinya:
menjalankan sesuatu atau memeliharanya. Sementara menurut istilah ulama' fikih
adalah: Sulthah syar'iyyah tu'thî shâhibahâ haqqa insyâ'il uqûd wat
tasharrufâti tasharrufan nâfidzan min ghairi tawaqqufin alâ ijâzati ahadin
(Otoritas penuh dari syari'at yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan
transaksi / akad secara sah tanpa tergantung pada persetujuan pihak lain). Secara
umum, kalimat ini bersifat netral, dan baru mempunyai makna konotatif jika
disandingkan dengan aktifitas tertentu.
Para ahli hukum Islam membaginya menjadi
beraneka ragam. Dan yang saya sebutkan di sini (sesuai dengan pertanyaan) hanya
dua macam. Pertama, ijbâriyyah (paksaan) artinya wewenang secara mutlak
untuk melangsungkan akad pernikahan dan sekaligus memilihkan calon suami.
Kedua, ikhtiyâriyyah (pilihan) artinya bagi anak perempuan mempunyai hak
untuk menentukan pilihannya, walaupun ijab nikah tetap harus melalui wali.
Lalu siapakah yang mempunyai hak ijbâriyah
dan siapa yang mempunyai hak ikhtiyâriyyah? Ulama'-ulama' fikih sepakat
bahwa seorang wali mempunyai hak ikhtiyâriyyah. Sementara perbedaan pendapat
di antara mereka mengenai perempuan, apakah ia juga punya hak ikhtiyariyah
sebagaimana wali?
Mayoritas ulama' fikih (Syafi'iyah,
Malikiyah, dan Hanabilah), berpendapat bahwa wanita tidak bisa menikahkan
dirinya sendiri. Akan tetapi walinya yang menikahkan. Walaupun akad nikah yang
dilakukan wali tersebut harus mendapat ridla dari perempuan (seperti jika
perempuan yang akan dinikahkan masih perawan dan sudah akil balig).
Sementara itu, menurut pendapat
Hanafiyah, seorang perempuan diperbolehkan melangsungkan ijab nikah untuk
dirinya sendiri dan nikahnya dianggap sah. Namun sebaiknya, akad nikah tetap dilakukan
oleh walinya. [Fath al-Qadîr, juz 3 hlm 255].
Setelah mengerti tentang definisi wilayah
ijbariyah, saatnya kita mengetahui siapa saja orang yang bisa "dipaksa"
itu dan siapa yang bebas memilih pasangannya sendiri.
Menurut penelitian yang
dilakukan oleh eks guru besar divisi Syari'at Islam di Universitas Sana'a, Doktor
Ali Ahmad Al-Qulaishi, ada tiga kriteria mengenai orang-orang tersebut.
Pertama, orang yang tidak bisa dipaksa
sama sekali. Yaitu anak laki-laki yang sudah baligh dan berakal. Begitu juga perempuan
yang sudah tidak perawan (tsayyib) yang sudah baligh dan berakal pula.
Dari sini akan timbul pertanyaan lagi, apakah tsayyib yang masih kecil (belum
baligh) boleh dipaksa nikah? Syafi'iyah menjawab: Tidak boleh. [Al-Majmû', juz
15 hlm 321]. Sedangkan menurut Hanafiyah dan Malikiyah boleh. [Badâ'ius
Shanâ'i', juz 3 hlm 1352].
Kedua, orang yang statusnya masih
diperselisihkan oleh fuqaha' apakah ia boleh dipaksa atau tidak. Yaitu seorang
perawan yang balig akil. Dalam kitab-kitab Syafi'iyah, Fathul Qarib misalnya,
dijelaskan bahwa seorang ayah bisa memaksa anak perempuannya yang masih perawan
untuk menikah dengan pemuda pilihan orang tua. Dan disyaratkan calon suami
tersebut sepadan dengan si perempuan. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, seorang
ayah tidak bisa memaksa anaknya tersebut. [Fath al-Qadîr. Juz 3 hlm 260].
Dengan demikian, pertanyaan di atas sudah terjawab.
Ketiga, orang yang boleh dipaksa untuk
menikah. Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai kapasitas yang cukup
(baca: fâqidul ahliyyah) baik laki-laki maupun perempuan. Yaitu anak
kecil dan orang gila.
Demikian penjelasan tentang wilayah
nikah semoga bermanfaat bagi penanya secara khusus, dan bagi umat Islam
secara umum.
Wallâhu a'lam
Sumber Foto : Google Images
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar dan tunggu kunjungan balik dari saya. Tabik!