Tanggal 28 Mei dan 16 Juli setiap
tahunnya merupakan momentum spesial bagi para penggemar ilmu Hisab Falak. Karena
pada dua hari tersebut, ada peristiwa alam yang sangat menarik untuk dikaji.
Mereka menyebutnya dengan istilah Yaumu Rashdil Qiblat atau Hari
Meluruskan Arah Kiblat.
Bahkan saking istimewanya, sekitar lima tahun yang lalu, ro'is am PP. Fadllul Wahid Ngangkruk Bandungsari Grobogan, bapak Muhammad Shohi, memerintahkan para santri untuk berkumpul di aula pondok. Dalam perkumpulan selama setengah jam itu, beliau menjelaskan secara singkat proses terjadinya peristiwa alam ini dan kenapa para santri dikumpulkan. "Dulu, waktu romo KH Abdul Wahid Zuhdi masih hidup, beliau mempunyai rencana untuk mengumpulkan semua santri pada hari ini di tempat ini. Namun sebelum rencana itu terealisasi, beliau sudah dipanggil oleh Sang Maha Pencipta. Jadi, apa yang saya instruksikan ini semata-mata untuk meneruskan titah beliau." Katanya memulai pembicaraan. "Dan jangan berharap kumpulan kali ini ada konsumsi makannya seperti yang kalian bayangkan."
Yaumu Rashdil Qiblat adalah suatu hari dimana pada saat tertentu (jam 12 istiwa' kota Mekkah) posisi matahari persis (atau mendekati persis) di atas ka'bah. Hal itu terjadi karena harga deklinasi matahari sama dengan lintang kota Mekkah yaitu 21° 25' LU.
Rotasi bumi pada porosnya tidak lurus dengan garis edar bumi (orbit), tapi ada kemiringan sebesar 66.5 derajat dari bidang ekliptika yang menyebabkan posisi matahari tidak selalu sejajar dengan garis khatulistiwa. Akan tetapi selalu bergeser ke Utara atau Selatan. Hingga pada saat tertentu sebuah tempat akan mengalami peristiwa yang disebut Istiwa A'dhom yaitu saat Matahari berada tepat di atas kepala pengamat di lokasi tersebut. Dengan demikian, pada waktu itu setiap benda tegak di muka bumi ini bayangannya akan menghadap tepat ke arah kiblat.
Keterangan mengenai Yaumu Rashdil Qiblat biasanya terdapat pada Kalender Menara Kudus yang dikeluarkan oleh ahli hisab internasional, Tajus Syarof (julukan KH Turaichan). Walupun jam Rashdul Qiblat untuk tiap harinya pada dasarnya bisa dihitung dengan mengetahui terlebih dahulu deklinasi matahari dan azimut kiblat di mana daerah yang kita cari. Sebagaimana yang tercantum pada Kalender PP Fadllul Wahid Bandungsari.
Untuk tahun 2013 ini, Yaumu Rashdil Qiblat (istiwa a'dhom kota Mekkah) terjadi pada pukul 12.18 KSA untuk hari yang pertama dan pukul 12.27 KSA untuk hari kedua. Jika jam tersebut dikonversikan ke Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) maka menjadi pukul 16.18 dan 16.27 karena perbedaan zona waktu 4 jam.
Secara teoretis, Yaumu Rashdil Qiblah sebenarnya ada empat kali selama setahun. Dua hari selain yang disebutkan di atas adalah tanggal 13 Januari dan 28 Nopember. Yaitu ketika matahari transit di titik zenit antipode kota Mekkah, sebuah kawasan terpencil di tengah-tengah samudra pasifik atau secara geografis berada pada koordinat 131° 01' BB dan -21° 25' LS. Tidak ada yang tahu secara pasti apakah di sana hanya lautan atau gugusan pulau. Namun, berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh rekan saya di Facebook melalui Google Earth, ternyata di sekitar sana terdapan sebuah pulau kecil. Sekadar mengandai-andai, kita bisa membangun sebuah masjid di sana dan diberi nama "Masjidil Halal", karena masjid fantasi tersebut tidak membutuhkan mihrab dan kemana pun kita menghadap, itulah arah kiblat.
Adapun cara untuk mempraktikkan pengukuran arah kiblat melalui Yaumu Rashdil Qiblat sangat sederhana. Gantungkan seutas tali di atas tanah yang datar, kemudian garislah bayangan tali itu tepat pada jam-jam yang disebutkan di atas dan Anda sudah berhasil mengukur arah kiblat.
Sayangnya, untuk negara-negara di sekitar Arab Saudi, termasuk Yaman, peristiwa alam ini sulit untuk dinikmati. Pasalnya, bayangan yang nampak pada jam-jam tersebut sangat pendek sehingga sulit untuk diberi garis. Sementara untuk daerah yang mengalami malam pada waktu itu (termasuk wilayah Indonesia Timur), praktis, peristiwa ini juga tidak bisa dinikmati. Namun jangan khawatir, karena daerah-daerah tersebut sebenarnya juga mendapat 'jatah' Yaumu Rashdil Qiblat, yaitu pada dua hari yang saya sebutkan terakhir.
Ada satu pelajaran berharga yang saya dapatkan ketika mengikuti perkumpulan di aula waktu itu. Bahwa dalam aktifitas belajar, ada sebuah metode yang disebut dengan istilah 'metode kondisional'. Di mana kita mempelajari suatu pokok permasalahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung saat ini. Semisal pada hari Jumat, kita fokus mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan hari Jum'at. Begitu juga saat bulan Ramadlan, kita fokus mempelajari segala hal yang berkaitan dengan puasa dan amalan sunah lainnya. Yang demikian itu jauh lebih efektif dan membuat kita mudah untuk mengingatnya dari pada belajar secara amburadul dan sporadis. Apakah Anda juga merasakan hal yang sama dengan saya?
Bahkan saking istimewanya, sekitar lima tahun yang lalu, ro'is am PP. Fadllul Wahid Ngangkruk Bandungsari Grobogan, bapak Muhammad Shohi, memerintahkan para santri untuk berkumpul di aula pondok. Dalam perkumpulan selama setengah jam itu, beliau menjelaskan secara singkat proses terjadinya peristiwa alam ini dan kenapa para santri dikumpulkan. "Dulu, waktu romo KH Abdul Wahid Zuhdi masih hidup, beliau mempunyai rencana untuk mengumpulkan semua santri pada hari ini di tempat ini. Namun sebelum rencana itu terealisasi, beliau sudah dipanggil oleh Sang Maha Pencipta. Jadi, apa yang saya instruksikan ini semata-mata untuk meneruskan titah beliau." Katanya memulai pembicaraan. "Dan jangan berharap kumpulan kali ini ada konsumsi makannya seperti yang kalian bayangkan."
Yaumu Rashdil Qiblat adalah suatu hari dimana pada saat tertentu (jam 12 istiwa' kota Mekkah) posisi matahari persis (atau mendekati persis) di atas ka'bah. Hal itu terjadi karena harga deklinasi matahari sama dengan lintang kota Mekkah yaitu 21° 25' LU.
Rotasi bumi pada porosnya tidak lurus dengan garis edar bumi (orbit), tapi ada kemiringan sebesar 66.5 derajat dari bidang ekliptika yang menyebabkan posisi matahari tidak selalu sejajar dengan garis khatulistiwa. Akan tetapi selalu bergeser ke Utara atau Selatan. Hingga pada saat tertentu sebuah tempat akan mengalami peristiwa yang disebut Istiwa A'dhom yaitu saat Matahari berada tepat di atas kepala pengamat di lokasi tersebut. Dengan demikian, pada waktu itu setiap benda tegak di muka bumi ini bayangannya akan menghadap tepat ke arah kiblat.
Keterangan mengenai Yaumu Rashdil Qiblat biasanya terdapat pada Kalender Menara Kudus yang dikeluarkan oleh ahli hisab internasional, Tajus Syarof (julukan KH Turaichan). Walupun jam Rashdul Qiblat untuk tiap harinya pada dasarnya bisa dihitung dengan mengetahui terlebih dahulu deklinasi matahari dan azimut kiblat di mana daerah yang kita cari. Sebagaimana yang tercantum pada Kalender PP Fadllul Wahid Bandungsari.
Untuk tahun 2013 ini, Yaumu Rashdil Qiblat (istiwa a'dhom kota Mekkah) terjadi pada pukul 12.18 KSA untuk hari yang pertama dan pukul 12.27 KSA untuk hari kedua. Jika jam tersebut dikonversikan ke Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) maka menjadi pukul 16.18 dan 16.27 karena perbedaan zona waktu 4 jam.
Secara teoretis, Yaumu Rashdil Qiblah sebenarnya ada empat kali selama setahun. Dua hari selain yang disebutkan di atas adalah tanggal 13 Januari dan 28 Nopember. Yaitu ketika matahari transit di titik zenit antipode kota Mekkah, sebuah kawasan terpencil di tengah-tengah samudra pasifik atau secara geografis berada pada koordinat 131° 01' BB dan -21° 25' LS. Tidak ada yang tahu secara pasti apakah di sana hanya lautan atau gugusan pulau. Namun, berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh rekan saya di Facebook melalui Google Earth, ternyata di sekitar sana terdapan sebuah pulau kecil. Sekadar mengandai-andai, kita bisa membangun sebuah masjid di sana dan diberi nama "Masjidil Halal", karena masjid fantasi tersebut tidak membutuhkan mihrab dan kemana pun kita menghadap, itulah arah kiblat.
Adapun cara untuk mempraktikkan pengukuran arah kiblat melalui Yaumu Rashdil Qiblat sangat sederhana. Gantungkan seutas tali di atas tanah yang datar, kemudian garislah bayangan tali itu tepat pada jam-jam yang disebutkan di atas dan Anda sudah berhasil mengukur arah kiblat.
Sayangnya, untuk negara-negara di sekitar Arab Saudi, termasuk Yaman, peristiwa alam ini sulit untuk dinikmati. Pasalnya, bayangan yang nampak pada jam-jam tersebut sangat pendek sehingga sulit untuk diberi garis. Sementara untuk daerah yang mengalami malam pada waktu itu (termasuk wilayah Indonesia Timur), praktis, peristiwa ini juga tidak bisa dinikmati. Namun jangan khawatir, karena daerah-daerah tersebut sebenarnya juga mendapat 'jatah' Yaumu Rashdil Qiblat, yaitu pada dua hari yang saya sebutkan terakhir.
Ada satu pelajaran berharga yang saya dapatkan ketika mengikuti perkumpulan di aula waktu itu. Bahwa dalam aktifitas belajar, ada sebuah metode yang disebut dengan istilah 'metode kondisional'. Di mana kita mempelajari suatu pokok permasalahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung saat ini. Semisal pada hari Jumat, kita fokus mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan hari Jum'at. Begitu juga saat bulan Ramadlan, kita fokus mempelajari segala hal yang berkaitan dengan puasa dan amalan sunah lainnya. Yang demikian itu jauh lebih efektif dan membuat kita mudah untuk mengingatnya dari pada belajar secara amburadul dan sporadis. Apakah Anda juga merasakan hal yang sama dengan saya?
sebentar lagi, 2 jam lagi 28 Mei jam 16:28
BalasHapus