Pages - Menu

Senin, 13 Mei 2013

Dialog tentang Penetapan Awal Bulan



Dialog tentang Penetapan Awal Bulan (Ramadan, Syawal, Dzul Hijjah)
1. Bagaimana hukum orang yang rukyat tapi hasil rukyatnya tidak diterima oleh pemerintah?
Orang yang rukyat, baik laki-laki, perempuan atau orang adil, harus menggunakan hasil rukyatnya, namun ia dianjurkan untuk menyembunyikan. Akan tetapi ada yang mengatakan, apabila tidak diterima oleh pemerintah, orang tersebut tidak wajib menggunakan hasil rukyatnya. (Lihat: Tharhut Tatsrîb, juz 4 hlm 117 dan Hâsyiyah Qulyûbî, juz 2 hlm 50)

 2. Bagaimana hukum orang yang mendapat berita tentang rukyat?
Apabila yang rukyat orang adil, orang yang mendapat kabar harus mengikuti, baik ia percaya atau tidak. Tetapi apabila orang yang rukyat tidak adil, orang yang menerima kabar harus ikut apabila ia percaya.

3.     Apakah orang yang rukyatnya ditolak pemerintah harus memberi kabar kepada orang lain?
Belum menemukan ada kitab-kitab standar yang membahas hal ini, akan tetapi secara tafaqquhan (wacana fikih) bisa dikatakan, hukumnya tidak wajib dan tidak haram, kecuali apabila dapat menimbulkan fitnah. Apalagi bila disampaikan pada orang lain atau organisasi.

4.     Bagaimana seandainya terjadi memberi kabar, apakah orang tersebut mendapat pahala?
Pahala itu hanya khusus untuk perbuatan yang diperintahkan agama, padahal sampai sekarang belum ditemukan adanya perintah terhadap hal itu.

5.     Apakah orang yang tidak rukyat wajib bertanya pada orang yang dimungkinkan berhasil rukyat?
Dalam kitab Qulyubi disebutkan, tetapi kurang jelas. Namun menurut kaidah tahshilu sababil wujub (sarana mencapai wajib), tidak wajib. Maka secara lahir hukumnya juga tidak wajib.

6.     Bagaimana fitrahnya orang yang lebarannya mendahului pemerintah?
Waktu fitrah itu ikut keputusan pemerintah, atau yang umum diikuti masyarakat, walaupun ia tidak mengikuti lebaran keputusan pemerintah.

7.     Apa perbedaan wajib secara umum dan wajib secara khusus?
Orang yang tidak mengetahui bahwa hari itu sudah ada orang adil yang berhasil rukyat kemudian ia tidak puasa, orang tersebut tidak wajib qadla'. Akan tetapi jika pemerintah sudah memutuskan (puasa), tetapi ia tidak mengetahui keputusan tersebut, kemudian ia tidak puasa, maka ia wajib qadla'.

8.     Bagaimana hukum orang yang menyembunyikan sikapnya yang tidak sesuai dengan keputusan pemerintah?
Ikhfa' artinya tidak menampakkan, dan ikhfa' memiliki dua macam:
Memperlihatkan yang hanya diketahui bahwa Samoun tidak berpuasa, yang demikian ini tidak dapat memberikan ulah.
Memperlihatkan seraya mengadakan takbiran ramai-ramai, salat Id ramai-ramai, menampilkan syiar hari raya (sesuai adat) secara ramai-ramai, yang diindikasikan sengaja ingin beda dengan pemerintah, atau mengajak orang lain untuk seperti dirinya, apalagi disertai dengan sengaja mengganggu orang yang tidak sama dengannya. Dan masih banyak lagi.
Yang dimaksud ikhfa' dalam beberapa kitab adalah ikhfa' yang menjadi lawa izhhar pada nomor pertama. Adapun izhhar pada bagian kedua, saya belum menemukan dalam kitab-kitab salaf dengan jawaban yang jelas, karena pada zaman dulu memang belum ada. Namun, melihat semua tadi dapat menimbulkan polemik dan perpecahan di antara sama-sama muslim, juga termasuk iftiyat terhadap pemerintah, yang semuanya ini bisa menimbulkan kerugian, maka hukumnya bisa dikatakan haram. Begitu juga memberi keterangan yang secara yakin atau zhan dapat menimbulkan fitnah, atau memang disengaja untuk menimbulkan fitnah. Maka semua ini hukumnya adalah haram.

9.     Misalnya pemerintah menetapkan hari raya pada hari Ahad (30 Ramadlan) dengan dasar rurkyat, tapi pada malam Senin ternyata hilal belum dapat dirukyat, tanpa ada mendung, atau dapat dirukyat tapi kondisinya berbeda dengan malam Ahad, atau masih sangat rendah (tidak pantas untuk hilal tanggal dua) apakah kita wajib qadla'?
Wajib qadla' secara mutlak, secara lahiriyah redaksi-redaksi kitab yang ada tidak menyaratkan ada penetapan kedua dari pemerintah.

10.   Bagaimana hukumnya berusaha rukyat?
Ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan wajib dan ada yang berpendapat sunah.

11.  Bagaimana sikap para ulama salaf ketika mempunyai pendapat yang berbeda dengan pemerintah?
Yang saya ketahui, ulama salaf lebih suka menunjukkan rasa persatuan dan tidak senang bersiap beda dengan masyarakat.

12.  Apakah pada masa rasulullah sudah dilakukan usaha rukyat untuk menentukan awal Ramadlan dan Syawwal, dan apakah ada perintah secara khusus?
Belum menemukan perintah untuk rukyat dari nas Al-Qur'an atau Hadits secara jelas. Dan yang sangat diperhatikan rasul bukan rukyat Ramadlan atau Syawwal, tapi rukyat awal Sya'ban.

13.  Dalam kitab-kitab disebutkan, bahwa hakim yang menentukan penetapan rukyat harus adil (tidak fasik), bagaimana dengan kondisi di negeri kita?
Syarat adil adalah untuk hakim yang tidak dalam kondisi darurat dan kefasikannya sudah diketahui oleh pejabat yang mengangkatnya. Atau belum diketahui, tetapi seandainya diketahui ia tidak akan dipecat.

14.  Pada tahun 1414 H, awal Ramadlan tidak menggunakan dasar rukyat akhir Sya'ban, tapi menggunakan istikmal rukyat awal Sya'ban. Bagaimana seandainya pada malam 30 Ramadlan (malam Ahad), juga malam 31 (malam Senin) tidak ada rukyat, apakah kita bisa menggunakan istikmal?
Istikmal (menggenapkan 30 hari dari tanggal 1), memiliki kekuatan seperti kekuatan tanggal satu. Artinya, jika tanggal satunya untuk kalangan umum, istikmal juga untuk umum, jika untuk khusus, istikmal juga untuk khusus. Maka, jika pada malam Ahad (30 Ramadlan), juga malam Senin (31 Ramadlan) tidak ada rukyat, kita bisa lebaran hari Senin atas dasar istikmal. Sebab istikmalnya Sya'ban atas dasar rukyah awal Sya'ban, walaupun seandainya pada rukyat awal Sya'ban tidak ada itsbat qadli (penetapan hakim). Sebab itsbat tidak harus pada awal bulan, tapi juga boleh pada waktu lainnya.

15.  Bagaimana hukum salat Id-nya orang yang lebarannya mendahului pemerintah?
Orang tersebut sunah salat terlebih dahulu, dan mengulangi salatnya bersama-sama masyarakat.

* kompilasi tanya-jawab ini adalah fatwa dari KH Abdul Wahid Zuhdi, pengasuh PP Fadllul Wahid Ngangkruk Bandungsari Grobogan Jawa Tengah, yang didokumentasikan dalam "Buku Fikih Kemasyarakatan".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dan tunggu kunjungan balik dari saya. Tabik!